STERILISASI, ABORTUS DAN MENSTRUAL REGULATION
>> Jumat, 01 April 2011
BAB I
STERILISASI, ABORTUS DAN MENSTRUAL REGULATION
A. Pendahuluan
Pada bab ini ada beberapa masalah yang akan dibahas diantaranya adalah hokum yang berkaitan dengan masalah menggunakan alat kontrasepsi dengan cara stereilisasi, dan yang kedua adalah tentang masalah menggugurkan kandungan atau mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan atau yang biasa di sebut dengan Abortus dan Menstrual Regulation.
Dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ditemukan dalil nash yang melarang ataupun memerintah menggunakan alat kontrasepsi, karena dalil penggunaan alat kontrasepsi dikembalikan pada kaidah hokum islam yang mengatakan “ pada dasarnya segala sesuatu / perbuatan itu boleh, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”. Jadi secara umum pencegahan kehamilan itu dibolehkan, jika memenuhi ketentuan-ketentuan yang dibenarkan syara’ yaitu, mencegah kehamilan bukan karena dilandasi takut tidak akan mendapat rejeki, karena bila alasannya seperti ini, berarti telah kufur terhadap salah satu sifat Allah SWT, yaitu Ar-Razzaq. Dan yang kedua adalah metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan haruslah menggunakan metode / cara yang dibenarkan syara’.
Masalah yang kedua dari bab ini adalah tentang abortus dan menstrual regulation, kedua istilah tersebut memrunyai pengertian yang berbeda tetapi tujuannya sama yaitu, tidak menginginkan keturunan. Dalam islam setiap mahluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan, baik hewan, tumbuhan maupun manusia. Oleh karena itu ajaran islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
B. Sterilisasi
1. Pengertian sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu tindakan / metode yang menyebabkan seorang wanita tidak dapat hamil lagi.
2. Proses - proses sterilisasi
Sterilisasi bukan hanya tindakan untuk memandulkan kaum wanita saja, tetapi juga pada kaum pria dan hal tersebut dilakukan secara sengaja (operasi).
Proses sterilisasi yang dilakukan pada wanita antara lain:
a. cara radiasi; yaitu merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat lagi menghasilkan hormone-hormon yang mengakibatkan wanita menjadi monopause.
b. Cara operasi; yaitu ada beberapa teknik antara lain:
1. ovarektomi; yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium, yang efeknya sama dengan cara radiasi.
2. Tubektomi; yaitu mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil.
3. Ligasi tuba; yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum (sel-sel telur).
c. Cara penyumbatan tuba; yaitu menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba dengan teknik suntikan.
Adapun proses sterilisasi yang biasa dilakukan pada pria adalah dengan metode vasektomi; yaitu, dengan teknik membedah dan membuka vas (bagian dalam buah pelir), kemudian diikat atau dijepit, agar tidak dilewati sperma.
3. Alasan-alasan seseorang melakukan sterilisasi
Seseorang melakukan sterilisasi karena ada beberapa alasan, antara lain:
a. indikasi medis; yaitu terhadap wanita yang mengidap penyakit berbahaya seperti, penyakit jantung, ginjal, hypertensi dan sebagainya.
b. Sosio ekonomi; yaitu pasangan suami istri yang tidak sanggup memenuhi kewajiban bila mereka melahirkan anak karena terlalu miskin.
c. Permintaan sendiri; yaitu wanita karir yang lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah, sehingga berkeinginan tidak punya anak.
4. Hukum sterilisasi
Dari berbagai cara yang dilakukan oleh dokter ahli dalam upaya sterilisasi, baik yang dianggapnya aman, maupun yang penuh resiko, kesemuanya dilarang menurut ajaran islam; karena mengakibatkan seseorang tidak dapat mempunyai anak lagi.
Pemandulan yang dibolehkan dalam islam adalah pemandulan yang sifatnya sementara atau sewaktu-waktu saja bukan untuk selama-lamanya, seperti alat kontrasepsi yang biasa dipakai oleh pasangan suami istri dalam ber-KB, yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan atau ditinggalkan apabila ada keinginan untuk mempunyai anak lagi. Adapun alat kontrasepsi berupa sterilisasi dilarang digunakan dalam islam, karena sifatnya pemandulan untuk selama-lamanya, kecuali kalau alat tersebut dapat dismbung lagi sehingga dapat disaluri ovum atau sperma, maka hukumnya boleh karena sifatnya sementara. Tetapi kalau kondisi kesehatan suami atau istri yang terpaksa sehingga perlu dilakukannya hal tersebut , menurut hasil pemeriksaan dokter yang terpercaya. Maka hal tersebut boleh dilakukan karena dianggap darurat. Sebagaimana keterangan kaidah fiqih yang berbunyi: “ keadaan darurat membolehkan yang dilarang (dalam agama)”.
C. Abortus dan Menstrual Regulation
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberi pengertian abortus, sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Kemudian menurut Maryono Reksodipura dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dari pengertian diatas dapat dikatakan, bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup diluar kandungan.
Dalam masalah abortus ini, apakah janin itu hidup atau mati, tidak dipersoalkan. Hal ini berarti, bahwa janin yang belum memiliki tanda-tanda kehidupan seperti yang terdapat pada manusia, yaitu ada respirasi (pernapasan), sirkulasi (peredaran darah) dan aktivitas otak, termasuk juga abortus.
Janin yang dikeluarkan sebelum mencapai 16 minggu dan sebelum mencapai berat 1.000 gram dipandang sebagai abortus, baik karena alasan medis maupun karena dorongan oleh alasan-alasan lain yang tidak sah menurut hukum. Adapun pengguguran janin yang sudah berusia 16 minggu ke atas harus dimasukkan ke dalam pengertian pembunuhan, karena sudah bernyawa.
Sedang menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi / haid. Tetapi dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan pemeriksaan laboratories ternyata positif dan mulai mengandung. Dengan demikian, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya merupakan abortus Provocatus Criminalis, yaitu abortus yang dilakukan bukan atas dasar indikasi medis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Hal ini berarti, menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.
Walaupun ada larangan abortus dan menstrual regulation yang di ancam dengan pidana, karena merupakan kejahatan, tetapi hal itu tidak membuat para wanita, merasa gentar untuk melakukan abortus, apakah yang melakukannya itu para ibu, atau pun para remaja putri. Faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan abortus dan menstrual regulation diantaranya:
1). Atas dasar indikasi medis seperti :
a. Untuk menyelamatkan ibu, karena apabila kelanjutan kehamilan dipertahankan, dapat mengancam dan membahayakan jiwa si ibu.
b. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadi cacat jasmani atau rohani, apabila janin dilahirkan.
2). Atas dasar indikasi sosial seperti :
a. Karena kegagalan mereka dalam menggunakan alat kontrasepsi atau dalam usaha mencegah terjadinya kehamilan.
b. Karena mereka sudah menemukan dokter yang bersedia membantu melakukan pengguguran
c. Karena kehamilan yang terjadi akibat hubungan gelap dan ingin menutupi aib
d. Karena kesulitan ekonomi yang membelit bagi sebagian orang
e. Karena kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.
B. Hukum Abortus dan Menstrual Regulation
Firman Allah :
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS Al-Isra’ : 31)
Dari ayat diatas jelaslah bahwa abortus maupun menstrual regulation itu haram. Karena abortus maupun menstrual regulation pada hakikatnya yaitu membunuh janin.
Adapun dari hadis Nabi SAW :
اِذَا مَرَّ بِاالنُّطْفَةِ ثِنْتَانِ وَاَرْبَعُوْنَ لَيْلَةً بَخَثَ اللهُ إِلَيْهَا مَلَكًا. فَصَقَرَهَا وَخَلَقَ سَمْعَهَا وَبَصَرَهَا وَجِلْدَهَا وَلَحْمَهَا وَعِظَامَهَا، ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ، أَذْكُرْ اَمْ أُنْثٰى ؟ فَيَقْضِى رَبُّكَ مَاشَاءَ، وَيَكْتُبُ اْلمَلَكُ، ثُمَّ يَقُوْلُ : يَارَبِّ، أَجَلُه ؟ فَيَقُوْلُ رَبُّكَ مَاشَاءَ وَيَكْتُبُ اْلمَلَكُ، ثُمَّ يَقُوْلُ رَبِّ. رِزْقُهُ ؟ فَيَقْضِى رَبُّكَ مَاشَاءَ، وَيَكْتُبُ اْلمَلَكُ، ثُمَّ يَخْرُجُ اْلمَلَكُ، بِاالصَّحِيْفَةِ، فَلاَ يَزِيْدُ عَلَى مَا أُمِرَ وَلاَ يَنْقُصُ. (رواه مسلم)
“Apabila nutfah telah berusia empat puluh dua malam, maka Allah mengutus malaikat, lalu di buatkan bentuknya, diciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian malaikat bertanya. Ya Rabbi, laki-laki ataukah perempuan ? lalu Rabb-mu menentukan sesuai dengan kehendak-Nya, dan malaikat menulisnya, kemudian dia ( malaikat ) bertanya, Ya Rabbi, bagaimana ajalnya ? lalu Rabb-mu menetapkan sesuai dengan yan di kehendak-Nya, dan malaikat menulisnya. Kemudian ia bertanya, Ya Rabbi, bagaimana rezekinya ? lalu Rabb-mu menentukan sesuai dengan yang di kehendaki-Nya, dan malaikat menulisnya. Kemudian malaikat itu keluar dengan membawa lembaran catatannya, maka ia tidak menambah dan tidak mengurangi apa yang di perintahkan itu.”
Karena itu para fuqaha telah sepakat akan haramnya menggugurkan kandungan setelah ditiupkannya ruh. Adapun abortus apabila dilakukan sebelum ruh ditiupkan pada janin yaitu sebelum berumur empat bulan. Ada beberapa pendapat :
1. Muhammad Ramli dalam kitab an-Nihayah, membolehkan abortus dengan alasan belum bernyawa.
2. Ada pula ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pembuahan.
3. Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Tuhfah dan al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulmuddin mengharamkan abortus pada tahap ini ( belum bernyawa ).
4. Mahmud Syaltut menyatakan, bahwa sejak bertemu sel sperma dengan ovum (sel telur), maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan, untuk menjadi manusia. Tetapi apabila abortus dilakukan karena benar-benar terpaksa demi menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan, karena Islam mempunyai prinsip :
اِرْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْنِ وَاجِبٌ
“menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya, itu wajib (hukumnya) “
Disamping dalil-dalil diatas, ada juga keputusan fatwa MUI tanggal 29 Juli 2000 menetapkan bahwa :
1. Aborsi sesudah nafk al-ruh hukumnyua adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
2. Aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adah haram, kecuali jika ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam.
3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.
Keputusan ini didasarkan bahwa janin adalah makhluk yang telah memiki kehidupan yang harus dihormati; menggugurkannya berarti menghentikan kehidupan yang telah ada; dan ini hukumnya haram, berdasarkan sejumlah dalil dan pendapat para fuqoha.
DAFTAR PUSTAKA
Mahjuddin, Drs., M.Pd.I,. Masailul fiqhiyyah, Kalam Mulia, Jakarta:. 2003
Maslani, Drs., M.Ag., Masil Fiqhiyah Al-HadisiahI, Sega Arsy, Bandung, 2009
Masjfuk Zuhdi., Drs., Prof., masail Fiqhiyah, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1994.
Abuddin Nata, Masail al-Fiqiah, Kencana, Jakarta, 2006
0 komentar:
Posting Komentar